HADITS TENTANG DOSA-DOSA BESAR
1.
DOSA MENYEKUTUKAN TUHAN, DURHAKA & SAKSI PALSU
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلا أُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا
فَقَالَ أَلا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا
لَيْتَهُ سَكَتَ ( رواه بخاري مسلم )
Artinya : Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Musaddad
diriwayatkan dari Bisyru bin al-Mufadhdhol diriwayatkan dari al-Jurariyyu dari
Abdir Rahman bin Abi Bakrah dari Bapaknya Ra telah mengatakan : Nabi saw telah
bersabda : " Maukah kamu sekalian kuberitahu tentang sebesar-besar dosa
yang tiga itu ? Kami menjawawab " Baiklah ya Rasulallah ". Beliau
bersabda : " yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang
tua ". Waktu itu beliau bersabda kemudian duduk & bersabda lagi : "
ingatlah ucapan dosa dan saksi palsu ". Beliau mengulang-ulanginya
sehingga kami berkata : semoga beliau diam ". { HR. Bukhori –
Muslim }[1]
A.
Klarifikasi
hadits
Hadis ini mengungkapkan bahwa ada tiga macam dosa besar karena nabi
pada saat itu pembahasan ketiganya sangat fundamental yang harus kita hindari,
yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, dan janji palsu
(kata-kata dusta). Secara eksplisit hadis ini lebih menekankan dosa yang
ketiga, yaitu janji palsu. Mengapa demikian? Diriwayatkan, ketika Rasulullah
mengatakan dosa pertama dan kedua beliau mengatakannya dalam posisi berdiri
sambil bersandar, kemudian beliau duduk dan mengatakan, “janji palsu”
berulang-ulang.
B.
Klasifikasi
hadits
Pertama, mempersekutukan Allah. Sudah sangat jelas bagi kita bahwa
mempersekutukan Allah adalah rajanya dosa, dan orang yang melakukannya tidak
akan mendapatkan ampunan Allah hingga ia benar-benar kembali pada Allah. Sebagaimana
Allah SWT firmankan dalam surat Lukman ayat 13 : “Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. Ayat ini diperkuat dengan
sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, di mana Rasulullah mengatakan bahwa dosa paling
besar di sisi Allah adalah menjadikan sesuatu sebagai tandingan-Nya, padahal
engkau tahu bahwa Allah-lah yang menciptakanmu.
Kedua, durhaka kepada orangtua. Ditempatkannya durhaka kepada
orangtua sebagai dosa besar setelah mempersekutukan Allah terasa sangat pantas sekali
karena dalam Alquran berbakti kepada Allah selalu digandengkan dengan berbakti
kepada orangtua. Allah bersabda, Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orangtuamu (QS. Lukman: 14). Bahkan dalam satu keterangan disebutkan tujuan
hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dengan tidak
mempersekutukannya dan untuk berbakti kepada orangtua.
Andai kita cermati ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban untuk
berbakti kepada orangtua, maka kita akan menemui perintah untuk memberikan
perlakukan terbaik bagi mereka. Sampai-sampai kita dilarang untuk mengatakan
uf, ah, atau sejenisnya. Bahkan kita pun diharuskan tetap berbuat baik kepada
mereka walaupun mereka mempersekutukan Allah.[2]
Ketiga, janji palsu. Rasulullah mengulang-ulang kata ini sampai
tiga kali. Menurut para ahli hadis pengulangan kata-kata tersebut menunjukkan
bahwa mengingkari janji termasuk dosa yang sangat berbahaya. Dalam Alquran pun,
masalah ingkar janji diulang-ulang sampai beberapa kali, salah satunya terdapat
dalam surat Al-Hajj ayat 30, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis
itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. Dalam Surat Al-Furqan, ketika
Allah menceritakan orang-orang yang mendapatkan berkah, salah satu kriterianya
adalah orang-orang yang tidak pernah bersaksi dengan saksi-saksi palsu. Dari
sini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengingkari janji termasuk dosa
besar dan menunaikannya adalah perbuatan mulia.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa janji palsu
termasuk salah satu kriteria sifat munafik, selain berbicara dusta, mengabaikan
amanat (khianat), dan lari dari pertempuran. Larangan untuk mengingkari janji
disebutkan pula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Rasulullah
bersabda, “Janganlah mencela saudaramu. Jangan pula mempermainkannya. Dan
janganlah menjanjikan sesuatu kepadanya lalu kamu mengkhianatinya” (HR.
Tirmidzi).
Inilah yang menyebabkan nabi menempatkan janji palsu itu pada
urutan yang ketiga.
2.
DOSA BESAR YANG JUMLAHNYA TUJUH MACAM
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ
عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ
قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Artinya : Imam Bukhori meriwayatkan dari Abdul 'Aziz bin Abdillah
yang mengatakan ( ia ) meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid
al-Madani dari Abi al-Ghoits dari Abi Hurairoh Ra dari Nabi Saw telah bersabda
: Jauhilah tujuh dosa yang bertumpuk. Para sahabat bertanya : Ya
Rasulallah apa itu semua ? Rasulullah bersabda : Menyekutukan Allah,
sihir, Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah tanpa hak ( alasan yang
dibenarkan ), memakan riba, memakan harta anak yatim, lari ( mundur ) pada
waktu peperangan, menuduh berzina terhadap perempuan mukmin yang lengah
{ HR. Bukhori }
A.
Klarifikasi
hadits
Kebaikan itu memiliki tingkatan
yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa
saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar
juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun
seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang
mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang
membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya
lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat
terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman : “Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang
kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga”).[4]
Dalam hadis di atas, Rasulullah
Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang membinasakan, sebagaimana
yang tersebut dalam hadits di atas.
B.
Klasifikasi hadits
1.
Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan Allah SWT merupakan dosa yang paling
besar. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati.
Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja yang
Dia kehendaki. Dan siapa saja yang musyrik kepada Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa [4]: 48).
2.&nOsp;
Sihir.
Sihir termasuk ke dalam dosa yang besar pada urutan yang kedua, karena di dalamnya
terdapat upaya iltibas (pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya.
Bahkan sihir ini bisa mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi
penyebabnya maupun dari sisi perolehannya. Para ulama telah bersepakat atas
pengharaman sihir, pembelajaran dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam
Ahmad, dan sekelompok para sahabat dan para tabiin berpendapat bahwa saling
berbagi sihir termasuk bagian kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum
eksekusi (dibunuh). Demikian juga upaya mempelajari dan mengajarkan sihir
kepada orang lain, karena hal itu termasuk wasilah yang akan menjadi jalan
terwujudnya sihir tersebut.
3.
Membunuh Jiwa.
Pembunuhan seperti ini termasuk dalam bagian dari
dosa-dosa besar yang ketiga, karena dapat membinasakan para pelakunya. Melalui
upaya pembunuhan, sang pelaku telah menghilangkan rasa aman di lingkungannya,
menebar rasa takut, dan memutuskan ikatan persaudaraan sesama manusia,
khususnya di kalangan kaum muslimin. Bahkan Allah SWT mengisyaratkan bahwa
membunuh satu orang sama kedudukannya dengan membunuh semua orang. Keterangan
ini tercantum dalam ayat berikut. Inipun dikuatkan oleh
firman allah : “Oleh karena itu Kami tetapkan
(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa saja yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi” (QS Al-Maidah [5]: 32)
4.
Memakan Riba
Memakan riba ini termasuk dosa besar yang berada pada
urutan yang ke empat, karena Memakan harta riba termasuk kezaliman kepada orang
lain. Orang yang memakan harta riba pada dasarnya telah memerangi Allah dan
Rasul-Nya, dan ia lebih pantas untuk mendapat siksa yang abadi di neraka.
Bagaimana tidak demikian, ketika orang lain berada dalam kesulitan, kefakiran,
pailit dalam ekonomi, padahal dalam kondisi apapun seseorang didorong untuk
mengeluarkan shadaqah, sementara pemakan riba demikian asyiknya mempermainkan
kemelaratan orang lain dengan menambah beban pembayaran utang berlipat ganda
dan dalam tempo yang terus-menerus. Pada hakikatnya, riba itu dapat menghanguskan harta
kekayaan, menghilangkan nilai-nilai keberkahan, dan mencabut rasa kasih sayang
dari pribadi para pelakunya. Dengan demikian, dalam riwayat lain, Rasulullah
Saw melaknat praktik riba dengan berbagai faktor pendorong dan pelakunya, baik
yang memakan harta riba, yang menjadi penulis dalam transaksinya maupun yang
menjadi saksi dalam proses transaksi riba tersebut.
Secara umum, Islam melarang keras terhadap seseorang
yang dalam usaha mencari rezekinya (ma‘isyah) dengan cara yang haram, sedangkan
transaksi ribawi termasuk ke dalamnya. Rasulullah Saw telah bersabda, “Siapa
saja yang daging (di tubuhnya) berkembang dari usaha yang haram, maka api
neraka lebih utama bagi dirinya”. (HR al-Hakim). Inilah yang menyebabkan nabi
menaruh pada urutan ke empat, karena pada saat itu manusia telah menjalar
kemasyarakat.
5.
Memakan Harta Anak Yatim
Argumentasi nabi menaruh ini pada
urutan yang ke lima, karena setelah menyebutkan “memakan harta anak yatim”,
beliau menjelaskan bahwa : Ketika
seorang anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orangtuanya, Islam
menganjurkan agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga dan
mengurus harta mereka yang diperolehnya melalui proses pewarisan. Pengurusan
harta anak yatim ini terus berlangsung sampai usia anak ini menjadi dewasa
sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk menikah (dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan
janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa
saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim) dan siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia memakan
harta itu menurut yang patut. “Kemudian apabila kamu menyerahkan harta
kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu)
bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”.
(QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala seorang pengurus, terutama bagi mereka yang
serba berkecukupan, tidak mampu menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim,
maka Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan
ayat berikut. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS An-Nisa [4]: 10)
6.
Berpaling dari Barisan Perang
Ketika peperangan terjadi ada sahabat yang
melarikan diri dikarenakan melihat musuh yang lebih banyak daripada kelompok
mislim, sehingga nabi mengatakan bahwa : “dosa besar setelah memakan harta
anak yatim adalah mereka yang berpaling dari barisan perangYaitu seseorang yang
melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi orang-orang kafir”.
Perbuatan ini termasuk dosa besar, karena akan membinasakan karena menimbulkan
dua bahaya :
a.
Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
b.
Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum
muslimin
Ketika kaum muslimin sudah mulai terdesak, maka
orang-orang kafir akan semakin berani memerang kaum muslimin. Inilha yang
melatari tergolongnya dosa besar.
7.
Menuduh Berzina
Menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu
adalah orang yang terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang
baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang
beriman. Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat.
Dan pada hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga
kesucian, menikah, dan berstatus merdeka. Dan dalandasi oleh firman allah dalam
surat an-Nur Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang baik-baik, dan
menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini. Inipun terjadi ketika pada saat
itu seorang sahabat yang menuduh perempuan zina, padahal tidak pernah
melakukannya. Jadi intisari dari urutan yang diatas nabi menyesuaikan dengan
urutan kejadian pada saat itu.[5]
3.
DOSA MEMBUNUH ANAK KARENA TAKUT TIDAK MAMPU MEMBIAYAI
حَدَّثَنِي
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي
وَائِلٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ
اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ إِنَّ ذَلِكَ
لَعَظِيمٌ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ وَأَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ
يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ (
رواه البخاري ) [6]
Artinya : Imam Bukhori meriwayatkan dari Utsman bin Abi Syaibah
meriwayatkan dari Jarir dari Abi Wail dari 'Amru bin Syurohbil dari
'Abdullah ( bin Mas'ud ) telah mengatakan bahwa ia bertanya kepada Nabi
saw : Dosa apa yang besar disisi Allah? Jawab Nabi : ialah engkau
jadikan adanya sekutu / tandingan bagi Allah padahal Dia-lah yang telah
menciptakanmu. Kata Ibnu Mas'ud : Inikah yang paling besar, kemudian
apa lagi Ya Rasulullah ?jawab Rasulullah yaitu engkau membunuh anakmu
sendiri karena takut ia akan makan bersama engkau.kemudian apa lagi kata
ibnu mas'ud ? jawab Rasulullah yaitu engkau berzina dengan istri tetanggamu.”
{ HR. Bukhori }
A. Klarifikasi Hadits
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia bertanya kepada Nabi saw mengenai
dosa yang sebesar-besarnya di sisi Allah, lalu beliau menyebutkan menurut bunyi
hadits diatas. Selesai Nabi menyebut dosa besar ( mempersekutukan Allah ) Ibnu
Mas'ud bertanya lagi sampai tiga kali sehingga dosa besar yang disebutkan juga
tiga macam.
Dalam mempersoalkan dosa besar yang terbesar, menurut Quraisy
shihab kategori perbuatan syirik sebagai dosa terbesar adalah dipandang sebagai
pelanggaran utama yang mengundang pelanggaran lainnya & mengantar pada
kesesatan yang jauh, karena itu barang siapa yang mempersekutukan Allah pada
masa lalu, kini atau akan datang, maka sungguh ia telah berbuat kebohongan
dengan sengaja terhadap Allah & kebohongan itu merupakan dosa besar.
Sedangkan urutan yang kedua nabi mengatakan bahwa “engkau membunuh anakmu sendiri
karena takut ia akan makan bersama engkau” karena bergandengan dengan
larangan menyekutukan allah, lalu larangan membunuh anak karena takut lapar.
Sebagaimana allah berfirman : “Sesungguhnya Allah tak akan mengampuni
seseorang yang mempersekutukannya & mengampuni yang selain itu ( An-Nisa' :
116 ); Dan janganlah engkau bunuh anak-anakmu karena takut lapar, Kami-lah yang
memberi rezeki mereka & juga rezeki kamu ( Al-Isra : 31 ).
Selanjutnya nabi menjelaskan dosa besar yang ketiga, karena nabi
mengaitkan dengan fiman allah : Dijelaskan pula dalam surat lain : Artinya:”........
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan
dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan
manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan
dimuka bumi”.
Ayat tersebut mengandung suatu pandangan perikemanusiaan yang telah
disyariatkan oleh Allah, dan tak ada satu orang pun yang mampu menandingi
kebijaksanaan-Nya. Dalam tafsir Al-Baghawi dijelaskan bahwa membunuh jiwa
seseorang tanpa hak (jiwa yang diharamkan Allah), dan melakukan kerusakan di
bumi baik itu dengan melakukan zina, hal tersebut jelas nabi memasukkan
“berzina” merupakan dosa besar pada urutan yang ketiga karena dalam riwayat
yang lain telah disebutkan bahwa membunuh merupakan dosa besar dan dalam ayat
yang diatas bergandengaan dengan berbuat kesukan dibumi, dalam hal ini termasuk
berbuat zina.
4.
DOSA SYIRIK, DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA, MEMBUNUH DAN MENGUMBAR JANJI
PALSU.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ
أَخْبَرَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا فِرَاسٌ قَالَ سَمِعْتُ
الشَّعْبِيَّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ
الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ . (رواه بخارى)[7]
Artinya : Telah bercerita
pada kami Muhammad bin Muqatil, an Nadhr menginformasikan pada kami, Syu’bah
bercerita pada kami, Firas bercerita pada kami seraya berkata:”Aku mendengar
dari Syu’bah dari Abdullah bin ‘Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda:”Adapun yang
dimaksud dengan dosa-dosa besar diantaranya adalah menyekutukan Allah,
mendurhakai orang tua, membunuh, dan mengumbar janji palsu”. (HR. Bukhari).
A.
Klarifikasi Hadits
Ibnu Hajar
dalam kitabnya “Fathul Bari fi Syarhi Shahih Bukhari” menjelaskan bahwa
hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash yang
berbunyi .......الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ pada jalur sanad perawi
yang bernama Syaiban dari Firas, awal lafadznya adalah " جاء
أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ما الكبائر ". yang
kemudian dari pertanyaan ini Rasul menjawab ” Dosa besar adalah menyekutukan
Allah, durhaka pada kedua orang tua, membunuh (tanpa haq) dan janji palsu ”.
Dari sini dapat diketahui bahwa munculnya hadis tersebut dilatarbelakangi oleh
kedatangan seorang Badui kepada Rasulullah yang menanyakan akan perihal dosa
besar.
B. Klasifikasi Hadits
Dalam hal ini nabi menaruh
urutan janji palsu pada urutan yang terakhir, karena apabila seseorang
melanggar janjinya akan mengakibatkan pertikaian dan akhirnya berujung pada
pembunuhan, sedangkan membunuh tersebut termasuk dosa besar sebagaimana firman
allah : ”Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya”.
Dari uraian ayat di atas yang berkenaan dengan dosa-dosa
besar, disitu tidak dijumpai satu ayatpun yang isi dan kandungannya
bertentangan dengan matan hadis di atas yang mana kesemuanya mengisyaratkan
akan bahaya dosa-dosa besar khususnya syirik yang merupakan dosa yang paling
besar jika dibandingkan dengan yang lain, meskipun begitu, yang harus dijauhi
bukan hanya hal-hal yang bisa mengantarkan pada syirik namun kesemuanya
perbuatan yang bisa mengantarkan pada kesesatan dan dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Adz dzahabi, Syamsuddin. 75 Dosa Besar. Surabaya : Media
Idaman Press. 1992.
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Lu’lu’ Wal Marja. Surabaya :
PT. Bina Ilmu. 1999.
Qurais Syihab, DR. Tafsir Kontemporer. Jakarta : PT. Sumber
Ilmu. 2002.
Salim Bahreisy, H. Kumpulan Hadits Bukhari Dan Muslim.
Surabaya : PT. Bina Ilmu. 2000.
Ansory al Mansur, S. 48 Macam Perbuatan Dosa. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 1998.