CASE
STUDY
A.
Pengalaman Kekerasan dalam Proses
Pembelajaran
Pada
tahun 2002 saya sedang memasuki sekolah menengah pertama (SMP), awalnya saya
sangat senang sekali menjalani pelajaran yang diberikan oleh guru yang mengajar
disekolah tersebut, semua guru mengajarkan secara efektif dan efesien dan
selalu menyayangi dan memperhatikan siswanya.
Akan
tetapi khususnya guru yang mengajarkan matematika pada saat itu metode yang
diterapkan sangat tidak sebanding dengan guru-guru yang lain, dimana dalam
mengajar guru tersebut bermuka cemberut dan tidak ada sama sekali sifat
humorisnya, ketika pembahasan materi khususnya saya sangat tegang dalam
menerimanya, sehingga agak sulit memahami materi tersebut.
Pada
suatu saat setelah menjelaskan materi siswa diberikan soal kepada guru tersebut
dan dia mengatakan “barangsiapa yang salah dalam menjawab soal akan diberikan
hukuman”, dalam suasana ketakutan itu siswa menjawab soal yang diberikan oleh
guru tersebut.
Soalpun
mulai dikerjakan dan sungguh menyedihkan
jawaban yang saya buat ternyata salah semua, saya dibilang anak bodoh, malas
belajar dan bisanya cuma bermain-main dalam mengikuti pelajarannya.
Saya
dan teman-teman yang salah dalam menjawab soal disuruh maju untuk menerima
hukuman, penggaris sudah dipegang erat olah guru, satu persatu dipukul sampai
betis memerah, sampailah pada giliran saya, akan tetapi penggaris yang dipakai
menghukum pada saat itu patah. Guru tersebut mengambil penggaris yang baru
untuk menghukum saya sampai penggaris tersebut patah menjadi dua.
Alangkah
menyedihkannya pengalaman yang saya alami disekolah menengah pertama tersebut.
Setelah
lulus dari sekolah menengah pertama (SMP) saya melanjutkan kesekolah madarasah
aliyah (MA) yang berada di Bagu Lombok Tengah.
Sayapuun
menyesuaikan lingkungan sekolah tersebut, ketika saya kelas 1 (satu) aliyah,
saya disenangi oleh guru-guru yang perempuan dikarenakan saya selalu
mengerjakan soal yang diberikan dengan baik.
Akhir
dari semester genap sayapun mendapatkan nilai yang baik, sehingga guru yang
mengajar saya merasa senang sekali dengan prestasi yang saya dapatkan. Alangkah
bahagianya pada masa kelas satu tersebut.
Naiklah
saya kekelas 2 (dua) aliyah, pelajaranpun semakin padat dan guru yang
menyayangi saya dulu diganti oleh guru yang lain, akan tetapi saya juga senang
menemukan guru baru. Saya mulai mencari perhatian kepada mereka agar
diberlakukan seperti dulu.
Mulailah
saya menerima pelajaran dengan salah satu guru yang mengajar al-qur’an hadits,
dengan wajah yang menakutkan dan sikap yang selalu menyalahkan siswa, sayapun
merasa ketakutan dulu hinggap lagi kekepribadian saya.
Disela-sela
penjelasan materi al-qur’an hadits ada teman yang mengejek dengan kata-kata
yang kotor dan sayapun membalasnya, pada saat itu guru tersebut mendengar
kata-kata saya dan langsung guru tersebut menyalahkan dan memukul bibir saya
sampai keluar darah, sehingga saya terpaksa dirawat dipuskesmas.
Saya
berfikir mudah-mudahan hukuman yang saya alami selama ini tidak terjadi kepada
teman-teman yang lain.
B.
Analisis Kritis
Dari kekerasan tersebut diatas dampak
yang akan muncul adalah akan melahirkan pesimisme dan apatisme dalam sebuah
generasi. Selain itu terjadi proses ketakutan dalam diri anak untuk menciptakan
ide-ide yang inovatif dan inventif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat
pada anak-anak sekolah saat ini yang cenderung pasif dan takut berbicara dimuka
kelas, bolos ketika guru galak mengajar. Sedangkan anak yang sering diberi
hukuman fisik akan mengalami gangguan psikologis dan akan berperilaku lebih
banyak diam dan selalu menyendiri selain itu terkadang melakukan kekerasan yang
sama terhadap teman main, kekerasan terhadap adik kelas, terjadi senioritas dan
kekerasan lain dalam dunia pendidikan.
Adapun kekerasan yang terjadi pada
siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:
C.
Problem Solving (Cara Penyelesaian)
Ada beberapa carauntuk
menyelesaikankekerasan pada siswa di sekolah diantaranyan adalah :
1. dengan menerapkan
pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
2. Mendorong/mengembangkan
humaniasi pendidikan denga menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran,
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus dan suasana belajar yang
meriah,gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, menjadi suatu kekuatan
yang integral.
3. Konseling.Bukan siswa
saja membutuhkan konseling, tapi juga guru. Sebab guru juga mengalami masa
sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau bimbingan untuk menemukan
jalan keluar yang terbaik.
4. Segera memberikan
pertolongan bagi siapa pun juga yang mengalami tindakan kekerasan di
sekolah,dan menindak lanjuti serta mencari solusi alternatif yang terbaik.
TUGAS
METODE PEMBELAJARAN PAI
DISUSUN OLEH
KETUT IMAM FATAWI
JURUSAN
: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM QAMARUL HUDA
(IAIQH)
BAGU~PRINGGARATA~LOMBOK TENGAH
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar