Powered By Blogger

Jumat, 13 Agustus 2010

MAKALH HADITS TARBAWI


BAB I
PENDAHULUAN
A      LATAR BELAKANG
Dengan adanya ilmu tafsir dalam Al-Qur’an, ilmu Tafsir menuntut kita untuk mengkaji secara jeli dan tepat tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Untuk mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan kitab suci itu, dibutuhkan perhatian khusus, pencurahan penuh dan pembahasan secara mendasar. Oleh kerena itu dengan hadirnya makalah yanag kami susun ini diharapkan para pembaca dapat memahami lebih jauh tentang ilmu-ilmu Tafsir agar bisa diterapkan dalam masyarakat.
B       RUMUSAN MASALAH
a)                  Al-Qur’an surat Az-Zumar Ayat 33
b)                  Al-Qur’an surat An-Nur Ayat 51
c)                  Al-Qur’an surat Al-Maidah Ayat 7
d)                 Al-Qur’an surat Al-Hasyr Ayat 7
e)                  Al-Qur’an surat An-Nisa’ Ayat 80
C      TUJUAN PEMBELAJARAN
Maksud diwujudkannya ilmu Tafsir adalah untuk mempermudah mentafsirkan ayat Al-Qur’an dalam amalan manusia, dalam situasi dan kondisi tertentu. Artinya manusia sebagai makkhluk sosial harus saling memahami dan mengenal antara sesama untuk saling memperbaiki dan saling menasehati menuju jalan yng benar.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    AL-QUR’AN SURAT AZ-ZUMAR AYAT 33
Ï%©!$#ur uä!%y` É-ôÅ_Á9$$Î/ s-£|¹ur ÿ¾ÏmÎ/   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqà)­GßJø9$#
Artinya: Dan orang-orang yang membawa kebenaran {Muhammad} dan membenarkannya, mereka itulah orang0orang yang bertaqwa.
(QS. Az-Zumar:33)
Dalam hal manusia dibawa oleh yang zalim ketempat yang gelap, diapun datang membawa ajaran yang terang. Di dalam manusia berpegang pada ajaran yang salah, misalnya mempersekutukan yang lain dengan Allah, dia datang membawa kebenaran. Orang itu adalah Rasul ! orang itu ialah Muhammad SAW. “dan membenarkan terhadapnya” yaaitu orang-orang yang menyatakan percaya akan kebenaran ajaran yang dibawanya itu. Itulah sahabat-sahabatnya “Asshabiqunal awwaluna”. Yang mula-mula yang dahulu sekali menyatakan iman, mulanya Muhajirin kemudian itu Anshar, kemudian itu sekalian ummat yang sedia menjalankan kebenaran yang dibawa oleh Rasul itu, melaksanakan perintah dan menghentikan yang dilarang; “orang-orang itulah orang yang bertaqwa”.
Ayat 33 ini adalah imbalan ayat 32 yang menyatakan akibat dari orang yang zhalim aniaya, yang mendustakan dan menolak kebenaran. Tempat mereka adalah neraka. Tetapi Rasul dan orang yang beriman atas syri’at yang beliau bawa beriman dan mengamalkannya sekali itulah orang yang bertaqwa. Bilamana imannya itu dipeliharanya, dipupuk dan dipertinggi tingkatannya.
B.     AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT 51
$yJ¯RÎ) tb%x. tAöqs% tûüÏZÏB÷sßJø9$# #sŒÎ) (#þqããߊ n<Î) «!$# ¾Ï&Î!qßuur u/ä3ósuÏ9 öNßgoY÷t/ br& (#qä9qà)tƒ $uZ÷èÏJy $uZ÷èsÛr&ur 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$#
Artinya: Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasulnya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan “kami mendengar dan kami patuh” dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. An-Nur:51)
Perkataan yang patut diucapkan oleh kaum mukmin, apabila diseur untuk menerima hukum Allah dan Rasulnya tentang perkataan yang mereka perselisihkan ialah “kami mendengar pembicaraan kalian dan mentaati perintah kalian”. Mereka itu ialah orang-orang yang beruntung memperoleh segala apa yang mereka kehendaki dan selamat dari segala ketakutan.
Telah menerangkan bahwa jenis ketaatan ini akan memberi keuntungan, selanjutnya Allah menjelaskan bahwa setiap ketaatan kepada Allah dan Rasulnya akan mendatangkan kemenangan.
Dijelaskan perbedaan jiwa yang demikian dengan jiwa yang beriman, adapun orang yang beriman kepada Allah dan Rasul, apabila sekali saja datang kepadanya ajakan supaya segera dijalankan sepanjang hukum Allah dan Rasul, maka dengan sikap yang tegak dan tangkas mereka menjawab “kami dengar perintah itu dan kami patuhi” itulah orang yang menang ! mengapa mereka menang ?
Mereka eah dapat membangun keyakinan hidup, mereka telah ada pegangan, yaitu Allah. Tiada lain, tiada dua, tiada tiga. Dan Allah pula memerintahkan supaya di dalam taat setiap ilahi itu hendaklah turuti perjalanan utusan tuhan dan turuti wahyu tuhan  yang disampaaikan oleh Rasul itu, diapun bersedia berjalan melangkah di atas jejak Rasulullah dengan tidak ada keraguan lagi.
Mereka telah menang menghadapi hawa nafsu dan kehendak sendiri, mereka telah menang menghadapi segala halangan dan rintangan dalam melangkah menuju hanya SATU, yaitu ridha Allah. Sebab itu  jiwa mereka tidak berpecah, tidak berlawan diantara mulut dengan hati. Mereka telah mempunyai satu pandangan saja dan satu keuntungan saja yaitu keuntungan rohani.
C.    AL-QUR’AN SURAT AL-MAIDAH AYAT 7
(#rãà2øŒ$#ur spyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ çms)»sVÏBur Ï%©!$# Nä3s)rO#ur ÿ¾ÏmÎ/ øŒÎ) öNçGù=è% $oY÷èÏJy $oY÷èsÛr&ur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7OŠÎ=tæ ÏN#xÎ/ ÍrߐÁ9$#
Artinya: Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjiannya yang telah diikatnya dengan kamu ketika kamu mengatakan, “kami dengar dan kami taat”.  Dan bertaqwalah kepada Allah , sesungguhnya Allah maha mengetahui isi hati (mu). (Q.S. Al-Maidah:7)
Tuntunan-tuntunan yang dikemukakan di atas adalah bagian dari tuntunan agama yang merupakan nikmat ilahi sekaligus merupakan janji yang harus dipenuhi dari sekian janji-janji manusia. Karena itu ayat ini ayat ini berpesan: ingatlah nikmat Allah kepada kamu yakni tuntunan agama-Nya yang sebelum ini elah dikumandangkan kesempurnaannya, atau jenis karunia-Nya yang beraneka ragam dan ingat juga prjanjiannya yakni perjanjian yang diambil melalui Rasul SAW. Seperti perjanjian pada malam Aqabah untuk taat dan patuh dalam hal yang mudah dan yang sulit dan perjanjian-perjanjian yang lain yang telah diikat-Nya dengan kamu dan ketika itu kamu mengatakan “kami dengar yakni memahami dan mengetahui kandungan perjanjian itu atau kami patuhi dan kami taati semua kandungannya”.
Karena memenuhi ikatan perjanjian merupakan suatu hal yang memerlukan tekad yang kuat serta dorongan jiwa yang besar, maka perintah itu disusun dengan menyatakan dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati setiap makhluk, bahkan walau yang bersangkutan sendiri tidak mengetahui atau telah melupakannya.
Kata “nikmat” pada firman-Nya ingatlah nikmat Allah menggunakan bentuk tunggal, padahal nikmat-nikmatnya demikian banyak. Ini agaknya disebabkan karenatujuan perintah ini bukan agar manusia mengingat nimat-nikmat Allah yang sedemikian banyak. Hal tersebut tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapapun. Tetapi tujuan ayat ini adalah agar manusia mengamati nikmat tertentu yaitu tuntunan agama atau jenis-jenis nikmat yang dianugerahkannya, seperti nikmat hidayat beragama, kesehatan. Kekayaan, pengetahua, dan lain-lain walau tanpa rincian. Atau bisa juga bentuk tunggal kata nikmat itu dimaksudkan agar manusia menyadari bahwa nikmat apapun dan dari segi apapun ia dipandang, nikmat tersebut harus diingat. Dengan mengingat, mengamati, dan merenungkan walau satu nikmat saja diharapkan yang bersangkutan akan mensyukurinya. Jika seseorang merenungkan dan mengamati salah satu nikmat ilahi, maka kesadara atas anugerah itu, akan mengantar ia untuk menyadari betapa banyak nikmat ilahi yang telah diperolehnya.
Telah disebutkan  salah  satu dari  perjanjian yang pernah diadakan Rasul dengan Sahabat- sahabat beliau selain yang disebut tu masih banyak yang lain yang kesemuanya dapat masuk dalam tuntunan ayat diatas. Seperi apa yang disinggung dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 12 : yang berbunyi
 $pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# #sŒÎ) x8uä!%y` àM»oYÏB÷sßJø9$# y7uZ÷è΃$t7ム#n?tã br& žw šÆø.ÎŽô³ç «!$$Î/ $\«øx© Ÿwur z`ø%ÎŽô£tƒ Ÿwur tûüÏR÷tƒ Ÿwur z`ù=çFø)tƒ £`èdy»s9÷rr& Ÿwur tûüÏ?ù'tƒ 9`»tFôgç6Î/ ¼çmuZƒÎŽtIøÿtƒ tû÷üt/ £`ÍkÏ÷ƒr&  ÆÎgÎ=ã_ör&ur Ÿwur šoYŠÅÁ÷ètƒ Îû 7$râ÷êtB   £`ßg÷è΃$t6sù öÏÿøótGó$#ur £`çlm; ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§
Artinya: Hai nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Demikian juga dengan bai’at yang diberikan oleh serombongan kaum muslimin dari Madinah setahun dan dua tahun sebelum beliau berhijrah, yaknia pada tahun kedua belas dan ketiga belas masa kenabian.
Dan ingatlah hai orang-orang mikmin, ketika kamu dulu kafir dan saling membenci satu sama lain. Maka dengan adanya petunjuk agama, kamu menjadi bersaudara, yang slaling mencintai satu sama lain dan ingatlah pula akan janji yang telah diikat-Nya dengan kamu ketika kamu berbai’at kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW untuk tetap mendengar dan taat padanya dalam perkara yang kamu senangi maupun yang tidak, dalam keadaan susah ataupun mudah yaitu ketika kamu berkata kepadanya, “Kami mendengar apa yang engkau perintahkan dan engkau cegah kepada kami, dan kami taat kepadamu pada semuua itu. Maka kami takkan berlaku maksiat kepadamu dalam perkara yang makruf. Dan segala yang engkau bawa kepada kami, itulah ma’ruf.
Setiap nabi yang diutus kepada suatu kaum, pasti mengambil janji Allah atas mereka untuk mendengar dan taat, di samping menerima seruannya, dan memasuki agama, berarti menerima perjanjian ini. Oleh karena itu, kita wajib menganggap peringatan ini merupakan peringatan yang ditujukan kepada kita, sebagaimana para sahabat Nabi dulu menganggapnya ditujukan kepada diri mereka.
Dan bertaqwalah kepada Allah, jangan melanggar janji-Nya dan jangan menerjang apa yang telah Dia perintah dan cegah terhadapmu, baik yang ada pada ayat ini maupun lainnya.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui isi (hatimu). Maka, apa yang terdetik dalam setiap orang yang telah mengikat janji dengan-Nya tidak satupun yang tersembunyi bagi-Nya, baik berupa niat untuk menunaikan janji itu atau sebaliknya. Dan Allah Maha Tahu pula akan apa yang tersimpan dalam hati sanubari, baik keikhlasan atau riya’.






D.    AL-QUR’AN SURAT AL-HASYR AYAT 7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ ﺆﺆP's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$#
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr:7)
Apa yang diberikan Allah kepada rasul-Nya sebagai harta fai’ dari orang-orang kafir penduduk negeri seperti Bani Quraizhah, An-Nadhir, Fadak dan Khaibar, maka rasul mempergunakannyauntuk kebaikan dan kebajikan, dan tidak membagi-bagikannya sebagaimana pembagian ghanimah. Harta itu diberikan kepada rasul, kaum kerabat dari orang-orang mukmin Bani Hasyim dan bani Al-Muthalib, anak-anak yatim dan orang-orang faqir, orang-orang miskin yang memerlukan dan malang, ibnu sabil yang kehabisan bekal dan dalam perjalanan sehingga ia tidak dapat mencapai tujuan karena jauhnya jarakk dan terputusnya sarana perhubungan. Itu terjadi bila perjalanan sulit akan tetapi sekarang perjalanan mudah dan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sekarang orang dapat meminta transfer dari bank manapun untuk apapun di muka bumi. Dengan demikian, ibnu sabil sekarang ini tidak ada.
Kemudian Allah memberikan alas an mengenai pembagian ini. Firmannya:
!ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4
Sesungguhnya Kami menghukuminya dengan cara itu, dan menjadikannya dibagi-bagi antara orang-orang yang telah disebutkan agar orang-orang yang kaya tidak mengambil dan mengedarkan diantara mereka, hingga akan semakin kaya, sebagaimana kebiasaan seperti itu terjadi pada masa Jahiliyah. Lalu orang-orang faqir tidak mendapatkan sedikitpun dari harta tersebut.
Perintah taat kepada Rasul SAW.
4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4
Apa yang diberikan Rasul kepadamu berupa harta fai’ dan lain-lain, maka terimalah, karena ia halal bagimu. Dan apa yang dilarang Rasul untuk kamu lakukan, maka jauhilah dan jangan kamu dekati. Karena rasul tidak berbicara menurut hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah SWT:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) ö
 Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
Telah dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi secara berjamaah dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Allah ta’ala melaknati orang yang mentato, orang yang minta ditato, orang yang mencabuti rambut dan orrang yang merenggangkan gigi untuk keindahan lagi merusak ciptaan Allah”.
Lalu iapun sampailah kepada seorang perempuan dari Bani Asy’ad yang bernama Ummu Ya’kub yang dapat membaca Al-Qur’an itu. Maka katanya, “telah sampai kepadaku bahwa engkau melaknati perempuan yang begini dan begitu”. Ibnu Mas’ud menjawab, “mengapa aku melakknati orang yang dilaknati Rasulullah SAW, dan yang demikian terdapat di dalam kitab Allah “Azza wajalla?” perempuan itu mengatakan, “aku telah membaca apa yang ada di antara dua sisi mushaf tapi aku tidak mendapatkannya”. Ibnu Mas’ud berkata, “jika engkau membaca, tentu engkau mendapatinya tidakkah engkau membaca firman Allah Ta’ala:
4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4
Lalu kata Ibnu Mas’ud, “sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang yang demikian itu”.
Dari Abu Rafi’ bahwa Rasulullah SAW mengatakan, “kiranya aku tidak melihat seorang dari kamu bersandar di kursinya, lalu datang kepadanya suatu urusan yang aku perintahkan atau larang, lalu ia mengatakan, “aku tidak tahu, aku tidak mendapati dalam kitab Allah yang kita ikuti.
Kemudian Allah memperingatkan mereka agar tidak menyalahi perintah-perintah dan larangan-larangannya. Firmannya:
4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$#
Dan bertaqwalah kepada Allah dengan mengikuti perintah-perintahnya dan meninggalkan larangan-larangannya. Karena sesungguhnya Allah itu amat keras siksa-Nya bagi orang yang mendurhakai, menyalahi perintah dan menolak serta melarang apa yang disebutkan larangan dan cegahannya. Dan Rasulnya adalah penerjemah dari apa yang dikehendaki-Nya untuk kebaikan hamba-hamba-Nya dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
E.     AL-QUR’AN SURAT AN-NISA’ AYAT 80
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym
Artinya: Barang siapa mentaati Rassul itu sungguh dia telah menaati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka
Barang siapa taat kepada Rasul, sungguh dia telah kepada Allah. Sebab, secara hakiki Dialah yang  memerintah dan melarang. Sedangkan Rasul hanyalah orang yang menyampaikan perintah dan larangan itu, sehingga ketaatan kepadanya tidak hakiki, melainka kepada sumber dari siapa dia menyampaikan perintah dan larangan itu. Sunnah Allah telah berlaku bahwa Dia tidak memerintah dan melarang manusia kecuali dengan perantaraan para rasul-Nya; dari merekalah manusia memahami wahyu Allah.
Adapun menaati apa yang disabdakan oleh Rasul dari dinya sendiri dan apa yang diperintahkannya denga ijtihad dan pendapatnya diantara  unsure-unsur kehidupan, seperti mengawinkan kurma dan lain sebagainya, yang oleh para Ulama’ disebut perkara “Irsyad”, tidak termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah, karena ia bukan agama dan  syara’ dari Allah Ta’ala, sebagai contoh, Nabi SAW memerintahkan supaya menakar makanan seperti gandum dan lain-lain dari bangsa biji-bijian, ketika menumbuk dan meremas-meremasnya menjadi adonan, adalah termasuk perkara pengaturan penghematan di dalam rumah tangga. Kebanyakan kaum muslimin mengabaikannya, kecuali orang-orang yang biasa mengatur kehidupan rumahnya dengan baik. Demikian pula perintah supaya memakan minyak dan memakainya pada rambut.
Apabila para sahabat ragu-ragu tentang perintah beliau, mereka bertanya apakah perintah itu dari sisi Allah ataukah dari pendapat dan ijtihad Rasul, karena mengenai hal itu mereka mempunyai pendapat lain yang mereka pertanyakan padanya. Apabila Rasul menjawab bahwa perintah itu dari Allah, maka tanpa ragu-ragu mereka menaatinya. Tetapi, apabila dikatakan bahwa perintah itu dari pendapatnya maka mereka mengemukakan pendapatnya; barang kali Rasulullah SAW akan meralat pendapatnya dan mengambil pendapat mereka sebagaimana terjadi pada perang badar dan perang uhud.
Muqatil meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من احبني فقد احب الله ومن اطاعني فقد اطاع الله فقال المنافقون: الا تسمعون الى ما يقول هذا    الرجل  ؟ لقد قارف الشرك قد نهى ان نعبد غير الله ويريد ان نتخذه ربا كما اتخذت النصارى عيسى فانزل الله هذه الاية
Artinya: Barang siapa mencintaiku berarti telah mencintai Allah; dan barang siapa menaatiku berarti telah menaati Allah. Orang-orang munafik berkata “tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan laki-laki ? dia telah melakukan kemusyrikan: dia melarang kita menyembah selain Allah namun dia sendiri menginginkan agar kita menjadikannya tuhan sebagaimana kaum Nasrani telah menjadikan Isa sebagai tuhannya. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Orang mukmin yang benar-benar beiman hanya tunduk kepada penciptanya tidak kepada seorangpun di antara makhluknya. Keluar dari ketundukkan seperti ini adalah kemusyrikan, yang terbagi pada dua bagian:
1.      Apabila kamu memandang bahwa sebagian makhluk mempunyai kekuatan ghaib dibalik sebab-sebab yang biasa. Sehingga karenanya kamu mengharapkan manfaatnya, takut kepada bahayanya, dan berdoa serta merendahkan diri padanya. Ini adalah syirik dalam uluhiyah
2.      Apabila kamu memandang bahwa sebagian makhluk dari golongan manusia mempunyai hak memberlakukan undang-undangnya, mengharamkan dan menghalalkan, sebagaimana penafsiran Nabi SAW terhadap firman Allah Ta’ala:
(#ÿräsƒªB$# öNèdu$t6ômr& öNßguZ»t6÷dâur $\/$t/ör& `ÏiB Âcrߊ «!$#
  Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahibnya sebagai tuhan-tuhan selain Allah”.
Yaitu dengan menaati mereka dalam apa yang mereka halalkan dan haramkan. Ini adalah syirik di dalam rububiyah.
Yang demikian itu disebabkan orang mukmin harus menjadi orang yang paling mulia dirinya dan paling agung kehormatannya. Untuk itu, dia tidak boleh ridha diperbudak oleh sultan yang zalim, tidak pula oleh pemerintah yang memperbudak. Sebab, dia mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, bahwa semuanya adalah budak yang harus tunduk kepada Allah Ta’ala dan patuh kepada perintah-Nya; dan bahwa hal itu adalah puncak kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat
`tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym
Barang siapa berpaling dari menaatimu yang merupaka ketaatan kepada Allah maka kamu tidak berhak memaksa orang itu agar menaatimu. Sebab, kamu diutus sebagai pemberi kabar gembira dan mengingatkan, bukan sebagai penguasa yang memaksa atau pengawas, menjaga segala perbuatan dan perkataan manusia; karena keimanan dan ketaatan tidak lain diperoleh dengan jalan ikhtiar setelah memberikan keterangan-keterangan yang memuaskan dan pengujian.



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø  Orang yang zhalim aniaya, yang mendustakan dan menolak kebenaran. Tempat mereka adalah neraka.
Ø  Rasul dan orang yang beriman atas syri’at yang beliau bawa beriman dan mengamalkannya sekali itulah orang yang bertaqwa.
Ø  Ciri-ciri jiwa yang beriman adalah apabila sekali saja datang kepadanya ajakan supaya segera menjalankan hukum Allah dan Rasul, maka dengan sikap yang tegak dan tangkas mereka menjawab “kami dengar perintah itu dan kami patuhi”
Ø  Allah telah memberikan nikmat kepada manusia yakni tuntunan agama-Nya yang sebelum ini telah dikumandangkan kesempurnaannya, serta jenis karunia-Nya yang beraneka ragam dan ingat juga prjanjiannya yakni perjanjian yang diambil melalui Rasul SAW.
Ø  Harta fai’ diberikan kepada rasul, kaum kerabat dari orang-orang mukmin Bani Hasyim dan bani Al-Muthalib, anak-anak yatim dan orang-orang faqir, orang-orang miskin yang memerlukan dan malang, ibnu sabil yang kehabisan bekal dan dalam perjalanan.
Ø  Orang mukmin yang benar-benar beiman hanya tunduk kepada penciptanya tidak kepada seorangpun di antara makhluknya. Keluar dari ketundukkan seperti ini adalah kemusyrikan, yang terbagi pada dua bagian:
1.      Apabila kamu memandang bahwa sebagian makhluk mempunyai kekuatan ghaib dibalik sebab-sebab yang biasa. Sehingga karenanya kamu mengharapkan manfaatnya, takut kepada bahayanya, dan berdoa serta merendahkan diri padanya. Ini adalah syirik dalam uluhiyah
2.      Apabila kamu memandang bahwa sebagian makhluk dari golongan manusia mempunyai hak memberlakukan undang-undangnya, mengharamkan dan menghalalkan. Ini adalah syirik dalam Rububiyah.
B.     SARAN
Mengingat manusia tidak luput dari kesalahan, makalah yang kami susun inipun masih banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari masyarakat pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada Dosen pengajar diharapkan bimbingan lebih untuk mengingatkan mutu dan kwalitas mahasiswa PAI pada khususnya didalam mengembangkan ilmutafsir demi terwujudnya hubungan mahasiswa dengan masyarakat.












DAFTAR PUSTAKA

-          Nasib Ar-Rifa’i Muhammad. 1999. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir: Jakarta. Gema Insani
-          Al-Maraghi Mustafa Ahmad. 1989. Tafsir Al-Maraghi: Semarang. Toha Putra
-          Hamka, Prof, Dr. 1985. Tafsir Al-Azhar: Jakarta. Pustaka Panjimas
-           Quraish Shihab, M. 2001. Tafsir Al-Misbah: Jakarta. Lentera Hati









Tidak ada komentar:

Posting Komentar